“sarapan sayang” kata ksatriaku yang dengan sabar menjagaku di kamar ini selama 3 bulan terakhir ini
“apa aku seberharga itu, sampe tiap hari kamu ke sini ?” dia hanya memandangiku dengan tatapan kosong “tentang SLE!! Systemic Lupus Erythematosus yang menggerogotiku, kenapa masih aja peduli sama aku?”
“nggak peduli apapun yang terjadi, kamu tetep Ellinna-ku!” jawabnya tegas
“aku tanya sekali lagi. sayang, kenapa sih kamu masih peduli sama aku ? padahal sekarang aku jelek! Ngerepotin lagi!” tanyaku sambil melahap suapan kecil darinya
“kenapa nanya gitu?” tanyanya tanpa ekspresi “kayak nggak punya dosa aja”
“aku serius”
sejenak ekspresinya berubah menjadi siratan kekecewaan, kemudian dia menghela nafas panjang “kamu inget nggak, waktu dulu kamu ngerawat Anika?”
“ya, 8 tahun lalu, sekitar waktu SMP. Udah cukup lama tapi aku masih inget. Kenapa?”
“waktu itu aku nanya sama kamu, kenapa kamu masih aja mau ngerawat seorang pengidap Alzheimers yang padahal udah nggak kenal siapa kamu! Siapa orang yang setiap hari ngunjungin dia, orang yang udah ngerawat dia, kamu!”
“lalu?”
“inget jawaban kamu apa?”
aku menunduk memikirkan seonggok jawaban yang dulu kupergunakan untuk menjawab pertanyaan yang sekarang kubuat “ya, aku bilang…karena suatu saat nanti jika aku seperti Anika, aku tidak ingin terabaikan” sekarang dia tersenyum dan mengusap kepalaku yang tak sehelaipun bertengger rambut di sana “tapi jika tidak ada jawaban itu, apa kamu akan mengabaikanku?” aku menatapnya dalam-dalam
“tidak juga, sebenarnya ada jawaban lain”
“apa?”
“aku cinta kamu sayang. Dan aku pengen semua cita-cita kamu terwujud, tinggal 2 hari lagi kita sarjana. Kamu hebat sayang, bisa menyelesaikan skripsi sampai tahap akhir”
“iyalah, sampe botak gini!”
dia tertawa kecil padaku “tapi kamu tetep cantik di mataku”
“kok bisa?”
“kalo enggak ngapain sampe sekarang aku masih pacaran sama kamu?”
“mungkin kamu kasihan sama aku”
“idih, enggak! Aku itu enggak kasihan, tapi cinta!!” kata-katanya mantap, dan aku hanya tersenyum karena sikapnya yang benar-benar seperti anak kecil itu
“apa besok aku pantes dateng ke wisuda?”
“kenapa lagi nanya gitu?”
“Ginjalku bocor, dan kakiku? Keropos ! jadi susah jalan, padahal umurku baru 23 tahun.
Sendi-sendiku juga sering nyeri, kepalaku pun botak, badanku gendut karena steroid ‘si penenang lupusku’, wajahku sekarang *moonface, pipiku gembung, perutku busung, setiap orang yang liat aku pasti nanya ‘hamil berapa bulan mba?’ lucu kan? Ehh bukan lucu, tapi aneh, nakutin! Dan penyebabnya hanya satu, yaitu LUPUS.
ohh, satu lagi! I must to avoid the SUN, Dear! Padahal namaku Ellinna Rahma Sunny”
“hahahaha”
“kenapa ketawa? Nggak ada yang lucu tau!”
“kamu itu lucu!”
“emang bener kok, aku item gini, mukaku kayak kupu-kupu, jariku panjang, item! Jadi kayak malaikat pencabut nyawa”
“Ellinna sayang, kamu tau kenapa Allah menumbuhkan lupus dalam tubuh kamu?” eku menggeleng “karena kamu spesial. Karena Allah tau kamu orang yang tepat buat nerima semua ini, kamu kuat Ellinna! Odapus selalu dikasih talenta lebih sama Allah, yaitu kekuatan untuk menerima takdir dan ujian dari-Nya. Odapus adalah orang-orang pilihan Allah yang dianggap kuat untuk menerima ‘si kupu-kupu dalam tubuhnya.”
“kenapa kamu seoptimis itu dengan opini dan pemikiran kamu?”
“karena semua orang perlu imbalan dengan apa yang ia percaya! Dan imbalan yang aku harap adalah dari opini dan pemikiranku, kamu kuat!”
“sejak 5 tahun lalu, aku cinta kamu!”
“tapi kita baru pacaran 3 tahun Ellinna”
“emang, tapi cinta ini udah lama tumbuh” aku tertawa renyah untuk mencairkan suasana yang sedari tadi tegang. Aku kurang suka dengan ketegangan, itu bukan aku! Bukan jiwaku! Bukan kepribadianku!
--------------------------------------ooooOoooo--------------------------------------
Suatu malam, Azril mengajakku ke sebuah café dengan taman yang penuh mawar dan kupu-kupu, karena memang si pemilik café adalah seorang pecinta kupu-kupu, juga seorang penangkar kupu-kupu, yaitu Dokter Hafidz, Dokter lupusku.
Azril juga memesankanku sepiring makanan yang tentunya tanpa keju, gula, coklat, dan susu. Musuh sejati odapus.
“kenapa ke sini?” tanyaku
“nggak suka ya?”
“nggak kok, bukan gitu”
“terus?”
“tempatnya indah banget! Banyak kupu-kupu”
“kupu-kupu itu kayak kamu ya? suka deket mawar”
“nyindir ya?”
“ehh, enggak gitu! Nggak ada hubungannya sama lupus itu. Ohh iya, aku mau ngomong sesuatu sama kamu”
“apa?”
“sebelumnya aku tanya dulu, kamu cinta nggak sih sama aku?”
“kenapa tanya gitu? Tentu! Cinta pake bangett!”
“kalo gitu, mau donk jadi Nyonya Azril?” kemudian ia memperlihatkan sebuah cincin berwarna putih dengan berlian di tengahnya, dan di dalamnya tertulis nama Azril & Ellinna. Sejenak ada kebimbangan dalam hatiku. Ada kekecewaan pada diriku sendiri karena kekuranganku. Lupus. “Ellinna?”
“Azril? Maaf…”
“kenapa?”
“aku nggak bisa”
“kenapa?”
“aku nggak akan bisa jadi seorang istri yang baik. Umurku aja udah diprediksi gak kurang dari 3 tahun lagi. Aku, aku juga nggak bisa kasih kamu keturunan”
“kita bisa adopsi sayang” dia mengusap pipiku yang mulai berjatuhan air mata
“aku nggak bisa Azril!!!!” dan kini perasaanku benar-benar tidak menentu. Aku ingin menampar diriku sendiri dengan gada besi panas karena tidak mampu mengatakan ‘ya’ untuk seseorang yang kucinta
“Ellinna! Denger aku! Aku cinta kamu! Dan nggak akan ada yang bisa ngerubah itu kecuali Allah, kamu tau itu!!” Dan sesaat setelah itu aku **flare up. Aku merasakan kesakitan yang luar biasa pada seluruh tubuhku, terutama pada kepala dan ginjalku! Ya Allah! Apa yang harus kulakukan? Dan seperti flare up yang biasanya, aku muntah darah! Darah yang kental. Sejenak kemudian tiba-tiba gelap. Aku hanya mendengar, tanpa mampu melihat. Semua itu terasa berat.
Dalam kegelapan itu aku hanya mampu mendengar suara seorang lelaki yang kuyakini itu Dokter Hafidz. Entah dia mengatakan kepada siapa, tapi katanya ginjal kananku harus segera diangkat karena kebocorannya sudah parah. Tapi ginjal kiriku juga mulai tidak berfungsi, mungkin karena aku terlalu sering mengonsumsi obat sintetik guna menjinakkan lupusku.
Astaghfirlah! Ampuni dosaku Ya Allah! Jika ini hari terakhir aku dapat merasakan oksigen di bumi ini, insyaallah aku ikhlas.
entah telah berapa lama aku tidak lagi mendengar suara-suaradi sekitarku, tapi aku sempat berfikir bahwa aku telah meninggal. Dan aku tengah di bawa malaikat ke sebuah tempat yang kuharap itu surga. Tapi tiba-tiba aku mampu membuka mataku, sedikit silau memang. Mungkin karena terlalu lama menutup mata. Atau inikah Tuhan?
“Ellinna sayang?” ksatriaku, aku mengenalinya
“Azril?”
“seminggu nggak sadar, aku kangen tau!”
“seminggu?” aku mencoba duduk, tapi “aw! Shh, kenpa pinggangku sakit?”
“gimana enggak? baru 6 hari lalu operasi, luka jahitnya pasti belum kering”
“operasi?”
“iya, pencangkokan ginjal”
“siapa pendonornya?”
“seseorang yang nggak mau disebutin namanya”
“aku harus tau siapa!” Azril hanya menggeleng
“sekarang, udah baikkan kan? Mau terima lamaranku? Aku nggak akan berenti tanya sebelum kamu jawab YA!!”
“ini pemaksaan?”
“sedikit. Jadi?”
“kasih aku waktu”
“oke, 1 menit dari sekarang”
“maksud aku…”
“nggak boleh ditawar”
“oke kalo gitu”
“jadi jawabannya iya?”
“kapan aku bilang?”
“itu tadi bilang oke. Ya udah, akad nikah kita laksanain minggu depan di sini, semua aku yang atur”
“apa-apaan sih?”
“kamu terima beres sayang” dia tersenyum mengejek
“kamu nakal!”
“soalnya kalo nggak gitu pasti sampe ubanan aku masih nunggu jawabannya”
“nggak mungkin umurku sepanjang itu”
“udah deh, diem aja kenapa!?”
“ya Allah! Kejamnya calon suamiku” setelah itu kami tertawa bersama, meleburkan semua sakit yang ada, yang bersarang pada tubuhku.
--------------------------------------ooooOoooo--------------------------------------
“apa aku seberharga itu, sampe tiap hari kamu ke sini ?” dia hanya memandangiku dengan tatapan kosong “tentang SLE!! Systemic Lupus Erythematosus yang menggerogotiku, kenapa masih aja peduli sama aku?”
“nggak peduli apapun yang terjadi, kamu tetep Ellinna-ku!” jawabnya tegas
“aku tanya sekali lagi. sayang, kenapa sih kamu masih peduli sama aku ? padahal sekarang aku jelek! Ngerepotin lagi!” tanyaku sambil melahap suapan kecil darinya
“kenapa nanya gitu?” tanyanya tanpa ekspresi “kayak nggak punya dosa aja”
“aku serius”
sejenak ekspresinya berubah menjadi siratan kekecewaan, kemudian dia menghela nafas panjang “kamu inget nggak, waktu dulu kamu ngerawat Anika?”
“ya, 8 tahun lalu, sekitar waktu SMP. Udah cukup lama tapi aku masih inget. Kenapa?”
“waktu itu aku nanya sama kamu, kenapa kamu masih aja mau ngerawat seorang pengidap Alzheimers yang padahal udah nggak kenal siapa kamu! Siapa orang yang setiap hari ngunjungin dia, orang yang udah ngerawat dia, kamu!”
“lalu?”
“inget jawaban kamu apa?”
aku menunduk memikirkan seonggok jawaban yang dulu kupergunakan untuk menjawab pertanyaan yang sekarang kubuat “ya, aku bilang…karena suatu saat nanti jika aku seperti Anika, aku tidak ingin terabaikan” sekarang dia tersenyum dan mengusap kepalaku yang tak sehelaipun bertengger rambut di sana “tapi jika tidak ada jawaban itu, apa kamu akan mengabaikanku?” aku menatapnya dalam-dalam
“tidak juga, sebenarnya ada jawaban lain”
“apa?”
“aku cinta kamu sayang. Dan aku pengen semua cita-cita kamu terwujud, tinggal 2 hari lagi kita sarjana. Kamu hebat sayang, bisa menyelesaikan skripsi sampai tahap akhir”
“iyalah, sampe botak gini!”
dia tertawa kecil padaku “tapi kamu tetep cantik di mataku”
“kok bisa?”
“kalo enggak ngapain sampe sekarang aku masih pacaran sama kamu?”
“mungkin kamu kasihan sama aku”
“idih, enggak! Aku itu enggak kasihan, tapi cinta!!” kata-katanya mantap, dan aku hanya tersenyum karena sikapnya yang benar-benar seperti anak kecil itu
“apa besok aku pantes dateng ke wisuda?”
“kenapa lagi nanya gitu?”
“Ginjalku bocor, dan kakiku? Keropos ! jadi susah jalan, padahal umurku baru 23 tahun.
Sendi-sendiku juga sering nyeri, kepalaku pun botak, badanku gendut karena steroid ‘si penenang lupusku’, wajahku sekarang *moonface, pipiku gembung, perutku busung, setiap orang yang liat aku pasti nanya ‘hamil berapa bulan mba?’ lucu kan? Ehh bukan lucu, tapi aneh, nakutin! Dan penyebabnya hanya satu, yaitu LUPUS.
ohh, satu lagi! I must to avoid the SUN, Dear! Padahal namaku Ellinna Rahma Sunny”
“hahahaha”
“kenapa ketawa? Nggak ada yang lucu tau!”
“kamu itu lucu!”
“emang bener kok, aku item gini, mukaku kayak kupu-kupu, jariku panjang, item! Jadi kayak malaikat pencabut nyawa”
“Ellinna sayang, kamu tau kenapa Allah menumbuhkan lupus dalam tubuh kamu?” eku menggeleng “karena kamu spesial. Karena Allah tau kamu orang yang tepat buat nerima semua ini, kamu kuat Ellinna! Odapus selalu dikasih talenta lebih sama Allah, yaitu kekuatan untuk menerima takdir dan ujian dari-Nya. Odapus adalah orang-orang pilihan Allah yang dianggap kuat untuk menerima ‘si kupu-kupu dalam tubuhnya.”
“kenapa kamu seoptimis itu dengan opini dan pemikiran kamu?”
“karena semua orang perlu imbalan dengan apa yang ia percaya! Dan imbalan yang aku harap adalah dari opini dan pemikiranku, kamu kuat!”
“sejak 5 tahun lalu, aku cinta kamu!”
“tapi kita baru pacaran 3 tahun Ellinna”
“emang, tapi cinta ini udah lama tumbuh” aku tertawa renyah untuk mencairkan suasana yang sedari tadi tegang. Aku kurang suka dengan ketegangan, itu bukan aku! Bukan jiwaku! Bukan kepribadianku!
--------------------------------------ooooOoooo--------------------------------------
Suatu malam, Azril mengajakku ke sebuah café dengan taman yang penuh mawar dan kupu-kupu, karena memang si pemilik café adalah seorang pecinta kupu-kupu, juga seorang penangkar kupu-kupu, yaitu Dokter Hafidz, Dokter lupusku.
Azril juga memesankanku sepiring makanan yang tentunya tanpa keju, gula, coklat, dan susu. Musuh sejati odapus.
“kenapa ke sini?” tanyaku
“nggak suka ya?”
“nggak kok, bukan gitu”
“terus?”
“tempatnya indah banget! Banyak kupu-kupu”
“kupu-kupu itu kayak kamu ya? suka deket mawar”
“nyindir ya?”
“ehh, enggak gitu! Nggak ada hubungannya sama lupus itu. Ohh iya, aku mau ngomong sesuatu sama kamu”
“apa?”
“sebelumnya aku tanya dulu, kamu cinta nggak sih sama aku?”
“kenapa tanya gitu? Tentu! Cinta pake bangett!”
“kalo gitu, mau donk jadi Nyonya Azril?” kemudian ia memperlihatkan sebuah cincin berwarna putih dengan berlian di tengahnya, dan di dalamnya tertulis nama Azril & Ellinna. Sejenak ada kebimbangan dalam hatiku. Ada kekecewaan pada diriku sendiri karena kekuranganku. Lupus. “Ellinna?”
“Azril? Maaf…”
“kenapa?”
“aku nggak bisa”
“kenapa?”
“aku nggak akan bisa jadi seorang istri yang baik. Umurku aja udah diprediksi gak kurang dari 3 tahun lagi. Aku, aku juga nggak bisa kasih kamu keturunan”
“kita bisa adopsi sayang” dia mengusap pipiku yang mulai berjatuhan air mata
“aku nggak bisa Azril!!!!” dan kini perasaanku benar-benar tidak menentu. Aku ingin menampar diriku sendiri dengan gada besi panas karena tidak mampu mengatakan ‘ya’ untuk seseorang yang kucinta
“Ellinna! Denger aku! Aku cinta kamu! Dan nggak akan ada yang bisa ngerubah itu kecuali Allah, kamu tau itu!!” Dan sesaat setelah itu aku **flare up. Aku merasakan kesakitan yang luar biasa pada seluruh tubuhku, terutama pada kepala dan ginjalku! Ya Allah! Apa yang harus kulakukan? Dan seperti flare up yang biasanya, aku muntah darah! Darah yang kental. Sejenak kemudian tiba-tiba gelap. Aku hanya mendengar, tanpa mampu melihat. Semua itu terasa berat.
Dalam kegelapan itu aku hanya mampu mendengar suara seorang lelaki yang kuyakini itu Dokter Hafidz. Entah dia mengatakan kepada siapa, tapi katanya ginjal kananku harus segera diangkat karena kebocorannya sudah parah. Tapi ginjal kiriku juga mulai tidak berfungsi, mungkin karena aku terlalu sering mengonsumsi obat sintetik guna menjinakkan lupusku.
Astaghfirlah! Ampuni dosaku Ya Allah! Jika ini hari terakhir aku dapat merasakan oksigen di bumi ini, insyaallah aku ikhlas.
entah telah berapa lama aku tidak lagi mendengar suara-suaradi sekitarku, tapi aku sempat berfikir bahwa aku telah meninggal. Dan aku tengah di bawa malaikat ke sebuah tempat yang kuharap itu surga. Tapi tiba-tiba aku mampu membuka mataku, sedikit silau memang. Mungkin karena terlalu lama menutup mata. Atau inikah Tuhan?
“Ellinna sayang?” ksatriaku, aku mengenalinya
“Azril?”
“seminggu nggak sadar, aku kangen tau!”
“seminggu?” aku mencoba duduk, tapi “aw! Shh, kenpa pinggangku sakit?”
“gimana enggak? baru 6 hari lalu operasi, luka jahitnya pasti belum kering”
“operasi?”
“iya, pencangkokan ginjal”
“siapa pendonornya?”
“seseorang yang nggak mau disebutin namanya”
“aku harus tau siapa!” Azril hanya menggeleng
“sekarang, udah baikkan kan? Mau terima lamaranku? Aku nggak akan berenti tanya sebelum kamu jawab YA!!”
“ini pemaksaan?”
“sedikit. Jadi?”
“kasih aku waktu”
“oke, 1 menit dari sekarang”
“maksud aku…”
“nggak boleh ditawar”
“oke kalo gitu”
“jadi jawabannya iya?”
“kapan aku bilang?”
“itu tadi bilang oke. Ya udah, akad nikah kita laksanain minggu depan di sini, semua aku yang atur”
“apa-apaan sih?”
“kamu terima beres sayang” dia tersenyum mengejek
“kamu nakal!”
“soalnya kalo nggak gitu pasti sampe ubanan aku masih nunggu jawabannya”
“nggak mungkin umurku sepanjang itu”
“udah deh, diem aja kenapa!?”
“ya Allah! Kejamnya calon suamiku” setelah itu kami tertawa bersama, meleburkan semua sakit yang ada, yang bersarang pada tubuhku.
--------------------------------------ooooOoooo--------------------------------------
“saya nikahkan kamu, dengan anak saya Ellinna Rahma Sunny binti Aji Wajaya dengan mas kawin seperangkat alat shalat dan emas seberat 20 gram dan juga uang sebesar 10 juta rupiah dibayar tunai” untaian kalimat dari Ayah yang ia bacakan dengan mantap
“saya terima nikahnya Ellinna Rahma Sunny binti Aji Wijaya dengan mas kawin tersebut, tunai”
“sah?” penghulu menanyakan kepada saksi-saksi yang berada dalam kamar Anggrek nomor 04 ini
“sah, sah, sah…” semuanya bersahutan sambil menganggukkan kepala. Setelah itu si penghulu membacakan doa. Kemudian aku dan Azril melaksanakan apa yang disebut sungkeman dalam adat jawa kepada ayah dan ibu, juga mertua. Bedanya di sini mereka yang mendekatiku, karena bagaimanapun kakiku keropos. Tidak mampu berjalan.
2 tahun kami lewati bersama, tanpa ada hubungan badan. Karena bagaimanapun aku tidak mampu. Rencana mengadopsi anakpun belum terlaksana, karena aku yang sering mengalami flare up. Tapi di balik semua kekuranganku ada yang selalu menjagaku, Azril! Dia dengan sabar merawatku, menungguku di rumah sakit yang lebih mirip rumah asliku ini. Karena kini aku mempunyai kamar khusus. Karena bagaimanapun juga setiap bulan pasti Azril melakukan administrasi di rumah sakit ini.
tapi suatu hari ketika Azril mengendarai Honda Jazz merahnya, dia mengalami kecelakaan berat. Dia mengerem mendadak dan menyebabkannya terguling ke kaca depan hingga kepalanya mengalami benturan keras di aspal. Badannya juga dipenuhi kaca kecil yang membuatnya bak malaikat jika terkena cahaya. Bersinar. Saat itu tidak ada yang bisa kulakukan, aku hanya mampu menangis dan menangis. Yang mengakibatkan aku flare up lagi, dan itu sakit.
--------------------------------------ooooOoooo--------------------------------------
Tahun ini, 2012. Ini tahun dimana aku divonis mengakhiri hidupku. Benarkah?
aku belum sempat melayani Azril, dan kini 3 bulan dia terbaring koma di sampingku. Apa yang harus hamba lakukan Ya Allah?
“Ellinna…” Azril? Dia sadar?
“Azril?” jawabku lemah karena kepala dan sendiku mulai terasa nyeri kembali. Dia memalingkan kepalanya ke arahku dan tersenyum di balik masker oksigennya
“aku cinta kamu” katanya. Dan aku ingin menggapainya, memeluknya, tapi aku tak bisa. Sendiku semakin terasa nyeri, ditambah kepalaku terasa seperti dihantam gada panas!
“aku juga” aku yakin, saat aku mengucapkan itu tak ada suara yang keluar dari pita suaraku
tiba-tiba dia mengatakan sesuatu yang kuyakini itu syahadat! Ohh Tuhan! Apa yang akan terjadi? Selanjutnya gelap! Aku tidak bisa melihat apapun.
saat ini aku mendengar suara tangisan, walaupun tanpa bisa melihat apapun. Kurang lebih begini,
“Azril ! Ellinna! Sadar! Kalian harus sadar!” seperti suara ibu mertuaku, ibu Azril, suamiku
“tenang ibu, sebentar lagi dia pasti sadar. Sekarang saja saya yakin bahwa dia sudah bisa mendengar kita” ucap seseorang yang kuyakini itu Dokter Hafidz, Dokter juga Motivator.
Dan benar saja, aku mulai bisa melihat cahaya, aku membuka mataku perlahan aku hafal dimana posisiku, aku di kamarku sendiri. Dan aku mulai bangun di tengah kerumunan keluargaku dan keluarga Azril, tapi aku tidak menemukan sosok Azril, dimana dia? “dimana Azril?”
Ibu mertuaku, mamah Azril, dia tiba-tiba terjatuh, menangis dan nyaris berteriak memanggil nama suamiku “Azriiiilllllllll!!”
“mamah, Azril kenapa?” tanyaku panik
“Azril, Azril…” tiba-tiba beliau pingsan
“sebenernya ada apa ini pah?” tanyaku kepada papah
“sayang, Azril… dia…” papah menggeleng
“dia” kata mamah. Dia ada sayang, tapi…” seketika itu juga ada sebuah ledakan besar di seluruh tubuhku, yang mengakibatkan air mataku keluar
“Dimana Azril? Suamiku…” aku berusaha turun dari ranjangku tapi sial! Aku hampir terjatuh!
“sayang, kamu masih perlu istirahat”
“mah! Dimana Azril???”
“i-i-iya sayang, mamah akan antar kamu sama Azril, tapi kamu istirahat dulu”
“enggak! kalo mamah nggak mau nganter aku, aku bisa sendiri kok” aku mulai melepas pegangan mamah, tapi pegangan tangan mamah lebih kuat
“oke, mamah antar” aneh! Ketika aku menuruni tangga, banyak bunga duka cita di ruang tamu, ruang tengah, dan halaman. Siapa yang meninggal?
“kita mau kemana mah?”
“katanya mau ketemu Azril?” aku hanya mengangguk dan memasuki mobil bagian belakang, dokterpun ikut. Ada apa ini sebenarnya?
20 menit kemudian kami tiba di sebuah pemakaman. Apa? Pemakaman? TIDAK!!
“apa-apaan ini mah?” mamah hanya menunduk dan berjalan ke sebuah gundukan tanah yang masih basah, batu nisannya juga masih baru, masih bersih.
“itu yang kamu cari”
“Azril?” aku mendekati makam yang mamah tunjuk “kenapa ada nama Azril di batu nisan itu? Apa maksudnya ini mah?”
“kurang lebih 3 jam sebelum kamu sadar, dia sudah…dimakamkan”
“permainan apa ini mah? Mamah bohong kan?” aku tertawa sambil menahan air mataku yang semakin keluar
“mamah sama papah mau ke mobil” dan kini aku hanya bersama Dokter Hafidz, mungkin dia takut aku flare up lagi
“Ellinna?” panggil Dokter Hafidz. Aku hanya mendongak, menatap wajah dokter Hafidz “kamu tau, dari siapa kamu dapatkan ginjal barumu?”
“tidak, siapa?” aku menggeleng
“tapi dia sudah meninggal”
“kenapa?”
“kecelakaan. Dan setelah kecelakaan itu, ginjal satu-satunya yang ia miliki memiliki luka serius karena kecelakaan itu pula”
“luka serius?”
“ya, bagian ginjalnya tertusuk kaca” kini Dokter Hafidz mengelap air matanya dengan kemeja biru lautnya
“sebenarnya siapa dia?”
“dia! seorang malaikat, seseorang yang sangat mencintaimu dan sangat kamu cintai. Kamu biasa menyebutnya Ksatriamu. Azril.”
“APA?!”
THE END
*moonface : wajah yang membulat
**flare up : istilah ketika lupus tengah menyerang
0 komentar:
Posting Komentar
Ayo! sisipkan sedikit komentar anda untuk menghidupkan blog ini